Subscribe

Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

Tampilkan postingan dengan label tugas softskill akuntansi internasional. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tugas softskill akuntansi internasional. Tampilkan semua postingan

Minggu, 08 Mei 2011

ADOPSI PENUH DAN HARMONISASI STANDAR AKUNTANSI INTERNASIONAL

Intan Immanuela

Prodi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Widya Mandala Madiun

ABSTRACT
The globalization of business operation and security market demands the global international standards. The world organizations have arranged International Accounting Standards (IAS), now known as International Financial Reporting (IFRS), for globalization of business operation and security market.
The different characteristics of each country create some refusal toward IFRS, but many world organizations are insisted to adopt IFRS. Harmonization, or even convergence, acts as the bridge between IFRS and the accounting standards of the countries.
Keywords: adoption, harmonization of AIS/IFRS


A. Pendahuluan

Banyaknya perusahaan yang melakukan operasi bisnis di luar batas negaranya, menunjukkan arah perkembangan operasi bisnis yang bersifat global. Hal ini dibuktikan dengan hasil survey yang dilakukan oleh Deloitte Touche Tohmatsu Internasional pada tahun 1992, terhadap 400 perusahaan skala menengah di dua puluh negara maju yang melakukan bisnis di pasar internasional (Iqbal, et al., 1997 dalam Arja Sadjiarto, 1999). Galobalisasi juga nampak dengan semakin banyaknya kerjasama komunitas internasional yang dilakukan oleh beberapa negara termasuk Indonesia. Kerjasama tersebut diantaranya North American Free Trade Agreement (NAFTA), ASEAN Federation of Accountants 2
(AFA), Asia-Pasific Economic Cooperation (APEC), World Trade Organization (WTO), dan International Organization of Securities Commissions (IOSOC). Globalisasi membawa implikasi bahwa hal-hal yang dahulunya merupakan kewenagan dan tanggungjawab tiap negara, akan dipengaruhi oleh dunia internasional. Demikian pula dengan pelaporan keuangan dan standar akuntansi suatu negara (Arja Sadjiarto, 1999). Standar akuntansi memberikan gambaran yang jelas dan konsisten kepada pemegang saham, membuat laporan perusahaan lebih dapat dimengerti dan dapat diperbandingkan. Standar akuntansi yang dapat diperbandingkan sangat diperlukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional, juga oleh para pengguna laporan keuangan yang ingin mengevaluasi kinerja perusahaan skala global dan untuk membantu pengambilan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan sekuritas. Operasi bisnis dan pasar modal yang berkembang mengarah ke internasional, tidak didukung oleh akuntansi dan pelaporannya, karena akuntansi dan pelaporannya masih berorientasi lokal. Adanya operasi bisnis dan pasar modal yang bersifat global tersebut tentu menuntut adanya standar yang bersifat global atau bersifat internasional, karena aturan-aturan akuntansi yang bersifat lokal tidak mampu memenuhi kebutuhan bisnis dan keuangan internasional. Oleh karena itu, beberapa kelompok profesi berusaha membuat standar akuntansi internasional.

B. Analisis

IFRS (Internasional Financial Accounting Standard) adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keungan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan. Tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keungan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang:

(1). Menghasilkan transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan.,

(2). menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS.,

(3). dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna. Indonesia perlu mengadopsi standar akuntansi internasional untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya.

Menurut Lecturer Ph. Diaconu Paul (2002), hambatan dalam menuju harmonisasi adalah:
(1) Nasionalisme tiap-tiap negara,

(2) Perbedaan sistem pemerintahan pada tiap-tiap negara,

(3) Perbedaan kepentingan antara perusahaan multinasional dengan perusahaan nasional yang sangat mempengaruhi proses harmonisasi antar negara,

(4) Tingginya biaya untuk merubah prinsip akuntansi. Penerapan IFRS dalam sebuah perusahaan atau organisasi bukanlah suatu keharusan.

Sebuah perusahaan ketika akan beralih ke IFRS terlebih dahulu akan mempertimbangkan cost and benefit-nya. Perusahaan akan menerapkan IFRS apabila memperoleh incremental benefit atas penerapan IFRS tersebut. Namun bagi perusahaan multinasional, wajib menerapkan IFRS dalam laporan keuangannyadikarenakan perusahaan ini berpatner dengan perusahaan-perusahaan lain secara global.


C.Kesimpulan

Operasi bisnis dan pasar modal yang bersifat global menuntut adanya standar yang bersifat global pula. Oleh karenanya beberapa organisasi di dunia sepakat membentuk Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/AIS) yang kini menjadi International Financial Reporting Standard (IFRS) untuk memenuhi kebutuhan bisnis dan keuangan yang bersifat internasional. Adanya IFRS banyak mendapat penolakan yang disebabkan karena latar belakang nasional, keunikan iklim bisnis tiap negara, dan perbedaan kebutuhan dari pemakai laporan keuangan. Meskipun banyak penolakan tetapi banyak pula tekanan untuk mengadopsi IFRS, dengan demikian perlu ada yang menjembatani agar Standar Akuntansi Keuangan sejalan dengan IFRS yaitu dengan melakukan harmonisasi bahkan konvergensi terhadap IFRS. Adanya harmonisasi bahkan konvergensi terhadap IFRS maka diharapkan informasi akuntansi memiliki kualitas utama yaitu komparabilitas dan relevansi. Kualitas tersebut sangat diperlukan untuk memudahkan perbandingan laporan keuangan antara negara dan untuk pengambilan keputusan.

Sumber :
Jurnal Ilmiah Widya Warta, Vol. 33, No. 1

Sumber Referensi Review Jurnal diperoleh:
LIPI – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Jln. Gatot Subroto No.10

Minggu, 03 April 2011

ED ISAK 17

konvergensi IFRS di indonesia
March 16th, 2011 • Related • Filed Under
Pendahuluan
IFRS ( International Financial Reporting standard ) adalah pedoman penyususnan laporan keuangan yang dapat diterima secara global. IFRS yang ada saat ini mengalami sejarah yang cukup panjang dalam proses terbentuknya. Mulai dari terbentuknya IASC / IAFB, IASB, hingga menjadi IFRS seperti yang ada saat ini. Jika IFRS telah digunakan oleh suatu Negara, berarti Negara tersebut telah mengadopsi system pelaporan keuangan yang dapat diterima dan diakui secara global di seluruh dunia sehingga memungkinkan pasar dunia mengerti tentang laporan keuangan perusahaan dimana Negara tersebut berasal.
Pengadopsian IFRS juga berlaku di Indonesia. Pengadopsian ini akan berlaku secara penuh pada tahun 2012 nanti seperti yang dilansir oleh IAI pada saat peringatan HUT nya yang ke-51. Dengan mengadopsi IFRS, perusahaan-perusahaan di Indonesia diharapka dapat meningkatkan daya informasi dari laporan keuangan. Selain itu, konvergensi IFRS adalah salah satu kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai anggota G20 forum.
Hasil dari pertemuan pemimpin negara G20 forum di Washington DC, 15 November 2008. Prinsip‐Prinsip G20 yang dicanangkan tanggal 15 November 2008 adalah sebagai berikut :
• Strengthening Transparency and Accountability
• Enhancing Sound Regulation
• Promoting Integrity in Financial Markets
• Reinforcing International Cooperation
• Reforming International Financial Institutions
Setelah pertemuan tersebut, dilanjutkan dengan pertemuan London Simmut 2 april 2009. Pada pertemuan ini menghasilkan 29 kesepakatan. Kesepakatan 13 dan 16 adalah mengenai Strengthening Transparency and Accountability. Pada butir kesepakatan nomor 15 dinyatakan, ” “to call on the accounting standard setters to work
urgently with supervisors and regulators to improve standards on valuation and provisioning and achieve a single set of high-quality global accounting standards.”
Menurut Ketua Tim Implementasi IFRS-Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Dudi M Kurniawan, dengan mengadopsi IFRS, Indonesia akan mendapatkan tujuh manfaat sekaligus, yaitu:
1. Pertama, meningkatkan kualitas standar akuntansi keuangan (SAK).
2. Kedua, mengurangi biaya SAK.
3. Ketiga, meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan.
4. Keempat, meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan.
5. Kelima, meningkatkan transparansi keuangan.
6. Keenam, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar modal.
7. Ketujuh, meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
Indonesia sendiri memiliki tiga pilar standar akuntansi, yaitu standar akuntansi Indonesia, SAK-ETAP, dan standar akuntansi syariah. IFRS hanya diadopsi untuk standar akuntansi keuangan.
Karakteristik IFRS
IFRS memiliki karakteristik, diantaranya :
 IFRS menggunakan “Principles Base “ sehingga lebih menekankan pada intepreatasi dan aplikasi atas standar sehingga harus berfokus pada spirit penerapan prinsip tersebut.
 Standar membutuhkan penilaian atas substansi transaksi dan evaluasi apakah presentasi akuntansi mencerminkan realitas ekonomi.
 Membutuhkan proffesional judgment pada penerapan standar akuntansi.
 Menggunakan fair value dalam penilaian
 Mengharuskan pengungkapan (disclosure) yang lebih banyak
Proses Konvergensi IFRS
Indonesia pun akan mengadopsi IFRS secara penuh pada 2012 nanti. Dengan mengadopsi penuh IFRS, laporan keuangan yang dibuat berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS. Sebelum membahas lebih lanjut proses konvergensi IFRS penulis akan memberi gambaran perbandingan antara IFRS dan PSAk menurut IAI.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa ada perbedaan antara IFRS dengan PSAK, oleh karena itu dilakukan konvergensi antara PSAk dengan IFRS.
Dalam melakukan konvergensi IFRS, terdapat dua macam strategi adopsi, yaitu big bang strategy dan gradual strategy. Big bang strategy mengadopsi penuh IFRS sekaligus, tanpa melalui tahapan – tahapan tertentu. Strategi ini digunakan oleh negara – negara maju. Sedangkan pada gradual strategy, adopsi IFRS dilakukan secara bertahap. Strategi ini digunakan oleh negara – negara berkembang seperti Indonesia.
Di indoesia PSAK akan dikonvergensi secara penuh ke dalam IFRS melalui tiga tahapan, yaitu tahap adopsi, tahap persiapan akhir, dan tahap implementasi. Roadmap konvergensi IFRS dapat dilihat sebagai berikut :
Tahap adopsi dilakukan pada periode 2008-2011 meliputi aktivitas adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur, evaluasi terhadap PSAK yang berlaku. Untuk perkembangan konvergensi IFRS selama tahun 2009-2010 adalah sebagai berikut :
• Jumlah PSAK yang telah disahkan dari Juni 2009‐Juni 2010 berjumlah 15 buah, semuanya berlaku 2011 kecuali PSAK 10 berlaku 2012 namun penerapan dini diijinkan
• Bila asumsi ED PSAK 3 dan ED ISAK 17 disahkah dalam waktu dekat, maka jumlah PSAK yang akan berlaku efektif 2012 adalah 15 buah dan ISAK 7 buah.
• Jumlah PSAK yang belum disahkan dan akan berlaku 2012 sampai dengan Juni 2010 dan ISAK adalah 5 buah
• Jumlah PSAK yang masih Non Comparable dengan IFRS adalah 8 buah
• Jumlah PSAK yang telah dicabut dgn PPSAK dan pencabutan berlaku sejak 2010 adalah 9 PSAK dan 1 Interpretasi . Beberapa PSAK juga telah dicabut dgn bersamaan dgn berlakunya PSAK baru sehingga total PSAK yang dicabut adalah 16 PSAK.
PSAK disahkan 23 Desember 2009
1. PSAK 1 (revisi 2009): Penyajian Laporan Keuangan
2. PSAK 2 (revisi 2009): Laporan Arus Kas
3. PSAK 4 (revisi 2009): Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri
4. PSAK 5 (revisi 2009): Segmen Operasi
5. PSAK 12 (revisi 2009): Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama
6. PSAK 15 (revisi 2009): Investasi Pada Entitas Asosiasi
7. PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan
8. PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset
9. PSAK 57 (revisi 2009): Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi
10. PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan
Interpretasi disahkan 23 Desember 2009:
1. ISAK 7 (revisi 2009): Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus
2. ISAK 9: Perubahan atas Liabilitas Purna Operasi, Liabilitas Restorasi, dan Liabilitas Serupa
3. ISAK 10: Program Loyalitas Pelanggan
4. ISAK 11: Distribusi Aset Nonkas Kepada Pemilik
5. ISAK 12: Pengendalian Bersama Entitas: Kontribusi Nonmoneter oleh Venturer
PSAK disahkan sepanjang 2009 yang berlaku efektif tahun 2010:
1. PPSAK 1: Pencabutan PSAK 32: Akuntansi Kehutanan, PSAK 35: Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi, dan PSAK 37: Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol
2. PPSAK 2: Pencabutan PSAK 41: Akuntansi Waran dan PSAK 43: Akuntansi Anjak Piutang
3. PPSAK 3: Pencabutan PSAK 54: Akuntansi Restrukturisasi Utang Piutang bermasalah
4. PPSAK 4: Pencabutan PSAK 31 (revisi 2000): Akuntansi Perbankan, PSAK 42: Akuntansi Perusahaan Efek, dan PSAK 49: Akuntansi Reksa Dana
5. PPSAK 5: Pencabutan ISAK 06: Interpretasi atas Paragraf 12 dan 16 PSAK No. 55 (1999) tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing
PSAK yang disahkan 19 Februari 2010:
1. PSAK 19 (2010): Aset tidak berwujud
2. PSAK 14 (2010): Biaya Situs Web
3. PSAK 23 (2010): Pendapatan
4. PSAK 7 (2010): Pengungkapan Pihak-Pihak Yang Berelasi
5. PSAK 22 (2010): Kombinasi Bisnis (disahkan 3 Maret 2010)
6. PSAK 10 (2010): Transaksi Mata Uang Asing (disahkan 23 Maret 2010
7. ISAK 13 (2010): Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri
Exposure Draft Public Hearing 27 April 2010
1. ED PSAK 24 (2010): Imbalan Kerja
2. ED PSAK 18 (2010): Program Manfaat Purnakarya
3. ED ISAK 16: Perjanjian Konsesi Jasa (IFRIC 12)
4. ED ISAK 15: Batas Aset Imbalan Pasti, Persyaratan Pendanaan Minimum dan Interaksinya.
5. ED PSAK 3: Laporan Keuangan Interim
6. ED ISAK 17: Laporan Keuangan Interim dan Penurunan Nilai
Exposure Draft PSAK Public Hearing 14 Juli 2010
1. ED PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan
2. ED PSAK 50 (R 2010): Instrumen Keuangan: Penyajian
3. ED PSAK 8 (R 2010): Peristiwa Setelah Tanggal Neraca
4. ED PSAK 53 (R 2010): Pembayaran Berbasis Saham
Exposure Draft PSAK Public Hearing 30 Agustus 2010
1. ED PSAK 46 (Revisi 2010) Pajak Pendapatan
2. ED PSAK 61: Akuntansi Hibah Pemerintah Dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah
3. ED PSAK 63: Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi
4. ED ISAK 18: Bantuan Pemerintah-Tidak Ada Relasi Specifik dengan Aktivitas Operasi
5. ED ISAK 20: Pajak Penghasilan-Perubahan dalam Status Pajak Entitas atau Para Pemegang Sahamnya
Kendala dalam harmonisasi PSAK ke dalam IFRS
1. Dewan Standar Akuntansi yang kekurangan sumber daya
2. IFRS berganti terlalu cepat sehingga ketika proses adopsi suatu standar IFRS masih
dilakukan, pihak IASB sudah dalam proses mengganti IFRS tersebut.
3. Kendala bahasa, karena setiap standar IFRS harus diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia dan acapkali ini tidaklah mudah.
4. Infrastuktur profesi akuntan yang belum siap. Untuk mengadopsi IFRS banyak
metode akuntansi yang baru yang harus dipelajari lagi oleh para akuntan.
5. Kesiapan perguruan tinggi dan akuntan pendidik untuk berganti kiblat ke IFRS.
6. Support pemerintah terhadap issue konvergensi.

Manfaat Konvergensi IFRS secara umum adalah:
a. Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar
Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional (enhance comparability).
b. Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi.
c. Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal
secara global.
d. Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
e. Meningkatkan kualitas laporan keuangan, dengan antara lain, mengurangi kesempatan untuk melakukan earning management

Pembahasan Khusus : ED ISAK 17


Latar Belakang

01. Entitas disyaratkan untuk menilai penurunan nilai goodwill pada setiap akhir periode pelaporan, investasi pada instrumen ekuitas, dan aset keuangan yang dicatat pada biaya perolehan pada akhir setiap periode pelaporan dan, jika disyaratkan, mengakui rugi penurunan nilai pada tanggal tersebut sesuai dengan PSAK 48 (revisi 2010): Penurunan Nilai Aset dan PSAK 55 (revisi 2006): Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran. Namun, pada akhir periode pelaporan berikutnya, kondisi mungkin telah berubah sehingga rugi penurunan nilai dapat dikurangi atau dihindari jika penilaian penurunan nilai hanya dibuat pada tanggal tersebut. Interpretasi ini memberikan panduan mengenai apakah rugi penurunan nilai tersebut dapat dibalik.

02. Interpretasi ini membahas interaksi antara persyaratan dalam PSAK 3 (revisi 2010): Laporan Keuangan Interim dengan pengakuan rugi penurunan nilai atas goodwill dalam PSAK 48 (revisi 2010): Penurunan Nilai Aset dan beberapa aset keuangan tertentu dalam PSAK 55 (revisi 2006): Instrumen Keuangan:
Pengakuan dan Pengukuran, serta dampak interaksi tersebut atas laporan keuangan interim dan laporan keuangan tahunan selanjutnya.


Permasalahan

03. PSAK 3 (revisi 2010): Laporan Keuangan Interim paragraf 28 mensyaratkan entitas untuk menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dalam laporan keuangan interim sebagaimana yang diterapkan dalam laporan keuangan tahunannya. Paragraf 28 tersebut juga menyatakan bahwa
‘frekuensi pelaporan entitas (tahunan, semesteran, atau kuartalan) tidak mempengaruhi pengukuran hasil tahunannya. Untuk mencapai tujuan tersebut, pengukuran untuk tujuan
pelaporan interim dibuat atas dasar awal tahun buku sampai tanggal pelaporan’.

04. PSAK 48 (revisi 2010): Penurunan Nilai Aset paragraf 124 menyatakan bahwa ‘rugi penurunan nilai yang diakui atas goodwill tidak dapat dibalik pada periode selanjutnya’.

05. PSAK 55 (revisi 2006) paragraf 70 menyatakan bahwa ‘kerugian penurunan nilai yang diakui pada laporan laba rugi atas investasi instrumen ekuitas yang diklasifi kasikan sebagai
instrumen ekuitas yang tersedia untuk dijual tidak boleh dipulihkan melalui laporan laba rugi.’

06. PSAK 55 (revisi 2006) paragraf 66 mensyaratkan bahwa rugi penurunan nilai untuk aset keuangan yang dicatat pada biaya perolehan (misalnya rugi penurunan nilai atas instrumen ekuitas yang tidak mempunyai kuotasi harga pasar yang tidak dicatat pada nilai wajar karena nilai wajarnya tidak dapat diukur secara andal) tidak boleh dibalik.

07. Interpretasi ini membahas hal-hal berikut ini: Apakah entitas membalik rugi penurunan nilai yang diakui pada periode interim atas goodwill serta investasi pada instrumen ekuitas dan aset keuangan yang dicatat pada biaya perolehan jika suatu kerugian tidak akan diakui, atau kerugian
yang lebih kecil akan diakui, jika penilaian penurunan nilai hanya dilakukan pada akhir periode pelaporan selanjutnya?

INTERPRETASI

08. Entitas tidak membalik rugi penurunan nilai yang diakui pada periode interim sebelumnya berkaitan dengan goodwill atau investasi pada instrumen ekuitas atau aset keuangan yang dicatat pada biaya perolehan.

09. Entitas tidak boleh memperluas Interpretasi ini dengan analogi atas hal lain yang berpotensi untuk konflik antara PSAK 3 (revisi 2010): Laporan Keuangan Interim
dengan PSAK lainnya.

TANGGAL EFEKTIF

10. Entitas menerapkan Interpretasi ini untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011.

KETENTUAN TRANSISI

11. Entitas menerapkan Interpretasi ini secara prospektif.

Sumber : IAI